(Jakarta, 19/04/2011) Film Si
Anak Kampoeng trilogi pertama yang mengangkat kisah hidup Buya
Syafii Maarif semasa kecil dan diangkat dari novel Si Anak Kampoeng
akhirnya ditayangkan perdana di Epicentrum XXI Kuningan, pada hari
Selasa, 19 April 2011 pukul 19.00. Film ini digarap sutradara Damien
Dematra, yang sekaligus adalah penulis, dan produser dalam film ini
adalah Fajar Riza Ul Haq dan Damien Dematra dengan rumah produksi
Damien Dematra Production bekerjasama dengan Maarif Production.
Sebuah kisah
panjang dimulai dari sebuah perjumpaan. Film trilogi Si Anak
Kampoeng (SAK) ini bermula dari sebuah kesan pertama, saat sutradara
dan penulis Damien Dematra berkunjung ke rumah Buya Syafii Ma’arif
atas rekomendasi Gus Dur. Damien Dematra merasa sangat terkesan
dengan kesahajaan seorang tokoh besar, yang sekalipun telah menjadi
seorang guru bangsa, masih memasak, mencuci mobil, dan menyetir
sendiri. Damien merasa melihat potret sederhana seorang pemimpin.
Kesederhaan hidup dan keluwesannya dalam bertutur kata dan
mengungkapkan pandangannya serta kisah hidupnya telah membuat Damien
Dematra tiba-tiba mencetuskan sebuah ide, “Jangan hanya menulis buku,
Buya. Bagaimana kalau kisahnya difilm-kan saja?”
Dibutuhkan
beberapa bulan sejak masa itu untuk menyakinkan Buya sampai lampu
hijau akhirnya diturunkan. Film trilogi SAK akhirnya diumumkan
rencananya dalam
Konferensi Pers
tanggal 5 Agustus 2009 di Taman Ismail Marzuki yang dihadiri puluhan
wartawan media cetak dan elektronik dan didukung oleh Js. Budi S.
Tanuwibowo (Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Kong Hu Cu Indonesia),
Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ (Guru Besar STF Driyarkara),
Sudhamek AWS, SE, SH. (Ketua Umum Majelis Budhayana Indonesia),
Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ, Pdt.
Dr. Erick Barus (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia), dan Romo
Benny Susetyo (Aktifis HAM).
Sosialisasi film
ini dilanjutkan pada acara
"Tadarus Kebangsaan Ramadhan
1430 H" di Auditorium Gedung Pusat Dakwah PP Muhammadiyah,
Jumat, 4 September 2009, didukung oleh Prof. Ahmad Syafii Maarif,
Dr. Abdul Mu'ti M.Ed (PP Muhammadiyah), Nasir Abas (Mantan Pimpinan
Jamaah Islamiyah), Prof. Franz Magnis-Suseno, Brigjen. Pol. (Purn)
Suryadarma (Mantan KaDensus 88 Anti Teror), Jend. TNI (Purn) Dr.
A.M. Hendropriyono (Mantan Kepala BIN), Prof. Azyumardi Azra (Direktur
Pascasarjana UIN Jakarta).
Selasa, 1
September 2009, para produser, Fajar Riza Ul Haq dan Damien Dematra,
bersama tim berkunjungan ke
Wapres RI, Jusuf Kalla,
pada hari Selasa, di kediamannya, dalam rangka endorsement untuk
film ini.
Penulisan novel cerita Si Anak Kampoeng yang diangkat dari
kehidupan Buya akhirnya diluncurkan di PP Muhammadiyah, pada hari
Kamis, 11 Februari 2010, sedangkan trailer perdana Si Anak Kampoeng
diputar dalam acara 1 Abad Muhammadiyah di Yogyakarta pada awal
bulan Juli 2010, dan ditayangkan di
Kick Andy
(Metro TV) di talk-show berbarengan dengan kehadiran Buya Ahmad
Syafii Maarif pada tanggal 30 Juli 2010. Sempat mengalami penundaan,
namun akhirnya, pada awal tahun 2011, pra-produksi film ini pun
dimulai.
Produser film dan
Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, mengakui
bahwa terjadi perdebatan internal ketika pertama kali menggagas film
ini, dua tahun silam, karena mengangkat seorang tokoh, pemimpin
Muhammadiyah yang masih hidup. Ia tidak menyangkal bahwa film ini
mungkin akan menerima kritikan konstruktif karena kehadirannya,
namun pihaknya lebih memandang hal ini sebagai bagian dari
kreativitas dan menjadi semacam terobosan baru bagi organisasi
seperti Muhammadiyah.
Lebih lanjut, ia
memaparkan bahwa film ini sama sekali tidak ingin menyamai Sang
Pencerah yang mengisahkan kehidupan KH. Ahmad Dahlan, pendiri
Muhammadiyah, karena menurutnya, sisi segmentasi pasar dan penonton,
serta pesan yang terkandung di dalam film ini berbeda.
Bagi Damien
Dematra, sang produser dan sutradara, film ini sendiri sangat
personal karena selain prosesnya yang panjang dari proses persiapan
dan masa pra-produksi hingga shooting yang memakan waktu lebih dari
dua tahun, proses shooting ini juga penuh warna.
Mengambil tempat di Padang dan Jawa Barat, lokasi utama yang
akhirnya dipilih terletak di desa Cugenang, Puncak, yang memiliki
suhu udara yang sangat rendah. ‘Kampoeng Sumpur Kudus’ dibangun
dalam sebuah lembah dan akses menuju ke lokasi membutuhkan waktu
yang cukup jauh dengan berjalan kaki melalui tangga tanah yang licin
kalau hujan—dan hujan terjadi nyaris setiap hari! Perjuangan yang
berat ini ditambah lagi dengan banyaknya pemain yang menghadapi
tantangan fisik, mental, dan spiritual—mulai dari kecelakan kuda,
kecelakaan mobil, kesurupan, gangguan cuaca yang unik, berbagai
penampakan, dan lain-lain. Namun, persiapan yang matang, termasuk
pengaturan shot per shot dan angle yang akan diambil telah dilakukan
jauh sebelumnya oleh Damien Dematra yang merangkap sebagai Director
of Photography, sehingga ketika terjadi kendala dan tantangan,
shooting dapat terus berjalan.
Project film Si
Anak Kampoeng adalah sebuah project idealis bagi Damien dan dalam
penggarapannya akhirnya terpaksa dilakukan dengan ‘cukup militan’.
Tetesan air mata bercampur emosi dihadapkan dengan bauran ego dan
keinginan dari berbagai pihak telah membuat film ini mahal secara
mental baginya. Menurut penuturan Damien, baru setelah paruh masa
shooting kedua, proses shooting mulai mengalir dengan lancar, hanya
saja dengan harga mahal yang harus dibayar. Karena bagi Damien, film
ini adalah sebuah persembahan bagi Buya dan bangsa Indonesia, dan
sebuah pemenuhan janji pada para pecinta film Indonesia dan juga
dunia internasional tentang sajian tontonan yang humanis, mendidik,
namun juga menghibur. Tambahan lagi film yang skenarionya sempat
dibongkar 10 kali ini akan diputar secara berkala di sekolah-sekolah
Muhammadiyah dan Katolik. Hal menjadi juga menjadi tanggung jawab
moral tersendiri bagi sang sutradara.
Ketika ditanya
tentang biaya, Damien berujar, “Kalau segala sesuatu diukur dengan
uang, maka gagallah peradaban manusia. Namun, ia pun mengakui bahwa
di lapangan, ia sangat budget-minded, karena kedisiplinan dalam
segala hal adalah salah satu faktor yang menentukan lama nafas
produksi film itu sendiri.
Damien Dematra
berharap bahwa film yang melibatkan hampir 400 pemain dan 200 crew
ini dapat mengabadikan karakter guru bangsa, dan menjadi contoh dan
warisan bagi generasi muda ke depan. Lebih lanjut ia berhasrat agar
film ini dapat memberi inspirasi anak-anak Indonesia agar menyadari
pentingnya pluralitas, yang menghargai keragaman suku, agama, dan
budaya, serta setia pada impiannya.
Semoga film ini
dapat melahirkan “Buya Buya kecil” baru, yang berani bermimpi dan
berjuang keras untuk meraih mimpinya karena harapan selalu ada dan
bagi mereka yang tekun, kehidupan dapat berputar dan memberikan
sebuah... kesempatan kedua.
Tentang Film Si Anak
Kampoeng
Film ini berlatar
belakang tahun 1930-an sampai 1950-an di sebuah kampung kecil Minang
yang telah menjadi saksi bisu perjuangan Si Anak Kampoeng.
Syafii Maarif
kecil yang dipanggil Pi’i, yang adalah anak kapala nagari terpandang
di Sumpur Kudus, Sumatera Barat. Sang ayah menginginkan Pi’i menjadi
seperti dirinya dan mendorongnya untuk maju. Onga Sanusi, seorang
tokoh dan pengajar Muhammadiyah yang menjadi idola Pi’i berpikiran
berbeda. Ia yakin Syafii dapat menjadi lebih daripada ayahnya dan
pergi merantau untuk menimba ilmu.
Di tengah
kerinduan yang mendalam akan bundanya yang telah pergi selamanya,
Syafii harus berhadapan dengan banyak kendala yang terlalu besar
untuk dirinya dalam mengikuti hatinya, sehingga sebuah pertanyaan
pun timbul: terlalu mahalkah harga yang harus dibayar untuk mengejar
mimpi? Apakah akhirnya kehidupan bermurah hati pada mereka yang
terus berusaha menggapai mimpi?
Menurut sutradara
Damien Dematra, film ini diperankan dengan sangat baik oleh Radhit
Syam (Syafii kecil) dan Lucky Moniaga (Datuk Ma’rifah, ayah Pi’i),
dan didukung secara profesional dan total oleh para pemain papan
atas, Ayu Azhari, Ingrid Widjanarko, dan Pong Hardjatmo serta para
bintang lainnya Virda Anggraini, Maya Ayu Permata Sari, Elmendy,
Mohammad Firman, Ayu Gumay, dll.
Lembaga Sensor
Film mengeluarkan rating kategori Semua Umur untuk film ini, yang
artinya film ini layak dikonsumsi oleh semua lapisan usia.
Apa kata mereka?
HM. Jusuf Kalla,
Wakil Presiden RI 2004 - 2009 menyatakan bahwa film mengenai Buya
patut disimak, dipelajari, dan dijadikan teladan.
Apabila Anda
ingin diperkaya, menjadi lebih cerdas dan bijak, maka tontonlah film
ini. Di sana Anda akan menemukan kekayaan. Begitulah ucapan Mgr.
Martinus D. Situmorang, OFMCap, Ketua Umum Komisi Wali Gereja
Indonesia.
Dengan ketenangan yang selalu menjadi salah satu ciri khasnya, Biku
Sri Pannyavaro, VP World Buddhist Sangha Council, mengatakan bahwa
film Si Anak Kampoeng tentang kisah kehidupan Buya Syafii sangat
berharga disimak anak bangsa ini. Ketulusan dan kehangatannya dalam
bergaul dengan semua lapisan masyarakat yang mengabdi sampai usia
yang lanjut adalah kekayaan bagi kita semua.
Bergantian
dengannya, Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe, Ketua Umum Persekutuan
Gereja-Gereja di Indonesia, menyampaikan bahwa film Si Anak Kampoeng
adalah bukti jelas bahwa kampung tidak boleh diremehkan dan
dilecehkan; bahkan kampung adalah dasar memperluas wawasan, seperti
yang dialami oleh Buya Syafii Maarif. Saksikanlah film ini dan Anda
akan memperoleh wawasan yang luas, arif, dan profesional.
Lain lagi
pendapat Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ yang akrab dipanggil Romo
Magnis. Menurutnya, Buya Syafii Maarif adalah tokoh Indonesia yang
paling penting. Tolong lihat filmnya. Itu penting juga, demikian
ujarnya sambil tersenyum.
KH. Solahuddin
Wahid , tokoh Nahdlatul Ulama, mengungkapkan bahwa film Si Anak
Kampoeng di mana sang tokoh akhirnya dapat menjadi tokoh nasional,
bahkan internasional, membuktikan bahwa anak kampung yang mendapat
kesempatan akan bisa meraih prestasi, karena itu anak kampung yang
lain juga perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya. Saksikanlah film
Si Anak Kampoeng. Demikian ujarnya dengan sungguh-sungguh.
Romo Benny
Susetyo (Aktifis HAM) berpendapat bahwa film ini dapat memberi
pencerahan dan titik balik seperti karya Pramoedya Ananta Toer.
Trilogi Kedua
Film Si Anak
Panah, sekuel film Si Anak Kampoeng, akan mengisahkan tentang
kehidupan Buya Syafii pasca Padang, yang akan mengambil kisah yang
lebih kompleks kehidupan sang tokoh. Rencananya film ini akan mulai
digarap bulan Mei 2011, dan mengusung tema besar yang diharapkan
akan menginspirasi generasi muda.
|