Jakarta, 5 Agustus 2009
Dalam Rangka Renungan 75 Tahun Ahmad Syafii Maarif dan menyambut 1
abad Muhammadiyah, Damien Dematra Production bekerja sama dengan MAARIF
Institute for Culture and Humanity akan membuat film layar lebar
dengan judul: Ahmad Syafii Maarif, Si Anak Kampoeng: Sebuah Trilogi.
Konferensi Pers Pembuatan Film Biografi “Ahmad Syafii Maarif, Si
Anak Kampoeng: Sebuah Trilogi” terlaksana di Gedung Cipta II Taman
Ismail Marzuki, Jakarta. Hadir dalam konferensi pers tersebut Ahmad
Syafii Maarif, Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ, Prof. Dr. Franz
Magnis-Suseno SJ (Guru Besar STF Driyarkara), Sudhamek AWS, SE, SH
(Ketua Umum Majelis Budhayana Indonesia), Romo Benny Susetyo
(Aktifis HAM), Pdt. Dr. Erick Barus (Persekutuan Gereja-Gereja di
Indonesia), Js. Budi S. Tanuwibowo (Ketua Umum Majelis Tinggi Agama
Kong Hu Cu Indonesia), Teguh Widodo (Direktur Taman Ismail Marzuki),
dan Sang Sutradara, Damien Dematra.
Pada kesempatan pertama, Damien menjelaskan mengenai hal-ikhwal
pembuatan film ini. Awalnya Damien hanya bermaksud membuat film
dokumenter tentang tokoh Ahmad Syafii Maarif. Namun, dalam proses
pembuatan film dokumenter itu – ketika berinteraksi dalam keseharian
ASM, dia mendapat kesan mendalam akan tokoh ASM ini. Kesehariannya
yang bersahaja, lompatan kesadarannya dari seorang yang
mencita-citakan hadirnya Negara Islam Indonesia menjadi seorang yang
inklusif, pluralis seakan-akan mengilhami Damien untuk harus
menyampaikannya ke khalayak yang luas melalui sebuah film.
Damien Dematra telah memproduksi film layar lebar, “Di Atas Kanvas
Cinta”, sedangkan dua puluh tiga film garapannya dari berbagai genre
tengah dalam tahap post-production. Selain sutradara, Damien Dematra
adalah juga fotografer, pelukis, dan penulis. Berbagai puluhan
penghargaan internasional sebagai fotografer telah diraihnya, di
antaranya International Master Photographer of the Year. Damien juga
telah menghasilkan 365 karya lukis dan 32 buah novel--lima di
antaranya telah diterbitkan di Indonesia: Soulmate-Belahan Jiwa,
Angels of Death-Kumpulan Kisah Malaikat Maut, If Only I Could
Heart-Kisah Suara Hati, dan dua buah novel dengan nama lain: Katyana
(Tarian Maut) dan Mark Andrew (Ku Tak Dapat Jalan Sendiri). Saat
ini, ia juga tengah menggarap film layar lebar Demi Allah, Aku Jadi
Teroris.
Gagasan awal munculnya pembuatan film oleh Damien adalah ketika
berkunjung ke rumah Syafii Maarif dalam rangka melakukan wawancara
untuk meliput keseharian mantan Ketua PP Muhammadiyah ini. Sebuah
perkenalan yang dalam dan menyentuh kemudian terjadi, saat Syafii
Maarif mulai membeberkan berbagai hal tentang hidupnya, dan sang
sutradara pun memberikan salut pada sosok ASM, sehingga tercetuslah
sebuah gagasan untuk mengabadikannya dalam sebuah film.
Film dokumenter Syafii Maarif telah memasuki tahap pengumpulan
wawancara dan events bersama Syafii Maarif, dan rencananya akan
diluncurkan Oktober tahun 2009. Film Ahmad Syafii Maarif, Si Anak
Kampoeng akan mengambil tempat di seputar Jabotabek, Yogyakarta, dan
Sumatera Barat, dan penyeleksian pemain akan dilakukan di Jakarta
dengan sebuah seleksi ketat, yang akan diikuti dengan pelatihan
karakter secara mendalam.
Sejumlah tokoh yang hadir dalam konferensi pers juga memberikan
tanggapan senada dengan paparan Damien. Menurut Kardinal Julius
Darmaatmadja, SJ, film biografi ASM ini akan menjadi media
pendidikan bagi generasi muda untuk mengenal dan meneladani tokoh
bangsa yang peduli serta memperjuangkan cita-cita kemajemukan
Indonesia. Kebersahajaan yang langka di tengah gemilang paradoks
budaya bermewah-mewah dari segelintir anak bangsa, patut untuk
disebarluaskan agar generasi muda bangsa ini memiliki referensi
tokoh hidup yang mengedepankan moralitas dan kemanusiaan yang
universal. Romo Franz Magnis-Suseno menuturkan bahwa sosok Buya
Syafii memberikan rasa aman dan sikap hidupnya merupakan bukti
kebersamaan keagamaan serta kedamaian. Sudhamek AWS, SE, SH
mengatakan bahwa film biografi Syafii akan menjadi peninggalan
(legacy) penting dari tokoh Muhammadiyah tersebut. Pendeta Dr. Erick
Barus berkata bahwa sosok Syafii merupakan sosok dengan pemikiran
yang perlu diteladani yang menganjurkan agar masyarakat kembali ke
nilai-nilai agama. Js. Budi S. Tanuwibowo mengharapkan film biografi
Buya Syafii bisa memberikan pencerahan dan pendidikan kepada
masyarakat Indonesia. Romo Benny Susetyo berpendapat bahwa film ini
bakal dinantikan oleh masyarakat karena dapat memberi pencerahan dan
titik balik seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Teguh Widodo
mengatakan bahwa Ahmad Syafii Maarif adalah tokoh pluralisme yang
luar biasa. Indonesia membutuhkan tokoh-tokoh pluralisme seperti
ini.
Berasal dari sebuah nagari udik nun jauh di Sumpur Kudus, Sumatera
Barat, ia merangkak menyusuri aliran kehidupan yang sungguh keras.
Mungkin, kepergian kedua putranya menghadap Sang Pencipta akibat
malnutrisi tidak akan menghampiri jalan hidupnya jika
kepapaan-kemiskinan tidak menghantui dirinya. Tidak terlintas dalam
angan-angannya bila suatu ketika ia dipercaya menjadi tokoh puncak
organisasi Islam Muhammadiyah. Kini, ia, Ahmad Syafii Maarif, sering
dirujuk banyak orang sebagai “guru bangsa” meski bagi dirinya hal
itu suatu yang berlebihan.
Bagi Syafii, Indonesia adalah rumah semua anak bangsa yang harus
memberikan perlindungan dan kenyamanan kepada siapa pun tanpa
pandang bulu. Kecintaan sang anak panah Muhammadiyah ini – begitu ia
menyebut dirinya – terhadap Islam, Indonesia, dan kemanusiaan sudah
bersenyawa dalam kesadaran intelektualnya. Radius pergaulannya
sangat luas. Dalam dirinya berpadu kesahajaan dan ketauladanan,
konsistensi kata dan perbuatan serta sikap egaliter dan ketulusan.
“Buya Syafii merupakan cermin bagi generasi muda, mengajarkan
perjuangan untuk mencapai sesuatu yang mungkin tidak mustahil.
Kekokohan integritas kepribadiannya berhasil meruntuhkan mitos darah
biru dalam orbit kepemimpinan bangsa”, ungkap Damien Dematra,
sutradara muda yang mengaku jatuh cinta berat dengan sosok Syafii
Maarif. Sosok Syafii Maarif layak mendapat apresiasi lebih sebagai
sumber inspirasi bagi segenap anak bangsa, terutama generasi muda.
Dengan latar belakang tersebut di atas, dan tanpa bermaksud
melakukan kultus individu, Damien Dematra Production bekerja sama dengan
MAARIF Institute for Culture and Humanity akan membuat film layar
lebar dengan judul: Ahmad Syafii Maarif, Si Anak Kampoeng: Sebuah
Trilogi.
Adapun rangkaian trilogi akan diawali dengan sebuah film dokumenter
dan dilanjutkan dengan dua buah film mengenai kehidupan unik dan
berliku Ahmad Syafii, yang dijalaninya dengan tabah dan bersahaja,
sejak masa kanak-kanak yang polos sampai ia mengisi masa tuanya
dengan sebuah perenungan yang dalam. “Buya Syafii mengalami proses
transformasi mendasar, dari seorang aktivis fundamentalis Islam yang
memimpikan negara Islam menjadi pembela Pancasila dan demokrasi di
Indonesia. Banyak hal yang bisa dipelajari generasi muda Islam dari
titik kisar perjalanan hidup Buya Syafii ini,” terang Raja Juli
Antoni, Direktur Eksekutif MAARIF Institute. Perjalanan kehidupan
sang tokoh sentral ini telah dituangkannya dalam buku "Titik-titik
Kisar di Perjalananku”, dan karya tulis ini sekaligus menjadi dasar
bagi pembuatan dua film biografinya, di samping live interview yang
telah dilakukan.
Ahmad Syafii Maarif, Si Anak Kampoeng rencananya akan diputar di
bioskop-bioskop tanah air diikuti dengan pemutaran di sekolah
Muhammadiyah se-indonesia dalam upaya memberikan teladan mengenai
integritas, kebersahajaan, penegakan moralitas bangsa, sekaligus
sebuah pembakar semangat bagi masyarakat Indonesia. “Melalui media
inilah kami berharap pesan-pesan luhur dalam perjalanan kehidupan
seorang anak bangsa yang gigih membela pluralisme ini dapat menyapa
semua kalangan”, pungkas Damien.
|