(Senin, 28/11/2011) Damien Dematra meluncurkan novel
kontroversial “KARTOSOEWIRJO: Pahlawan atau Teroris?” terbitan
Gramedia Pustaka Utama setebal 450 halaman dan yang telah
bersedia menyampaikan sambutan antara lain: Sardjono
Kartosoewirjo (putera Kartosoewirjo), Mayjen. (Purn.) Eddy
Nalapraya (batalion penangkap Kartosoewirjo), KH. Slamet Effendy
Yusuf, Lily Wahid (anggota DPR Komisi 1), Suryadi, Nur Ahmad
Effendy (Ketua Umum IPM Muhammadiyah), Hery Sucipto (Wasekjen
Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah), Ridwan Soeriyadi (Aktivis-pengusaha),
Endro Subekti Sadjiman (Pengamat Intelijen), Yenny Rosa
Damayanti (aktivis), dan tokoh-tokoh lainnya.
Menyebut nama Kartosoewirjo mengingatkan masyarakat
Indonesia pada seorang tokoh yang dianggap sebagai bapaknya NII,
sehingga sebagian kalangan beranggapan Kartosoewirjo adalah
bapaknya terorisme di Indonesia. Benarkah demikian?
Dari masukan beberapa kalangan, Damien Dematra merasa terdorong
untuk mengekplorasi kehidupan Kartosoewirjo. Ia juga tertarik
menulis tentang tokoh ini karena baginya, Kartosoewirjo
merupakan seorang figur kontroversial dan misterius, dan
mengolah kehidupan beliau dan menjadikannya sebuah novel
merupakan hal yang menantang.
Pengerjaan novel ini tidak mudah. Dibutuhkan research selama
kurang lebih satu tahun, baik dalam bentuk wawancara maupun
pustaka yang dilanjutkan dengan proses penulisan yang panjang
dan masa editing hampir 1 tahun sehingga novel ini menjadi salah
satu novel Damien yang terlama dan tersulit, sekaligus salah
satu yang paling memuaskan hati sang penulis. Dorongan penerbit
Gramedia Pustaka Utama yang berani menerbitkan novel ini pun
memberinya semangat saat memulai dan menyelesaikan karya ini.
Novel “KARTOSOEWIRJO: Pahlawan atau Teroris?” dibuat dengan
tujuan untuk memotret figur Kartosoewirjo dari sisi kemanusiaan
terlepas dari kontroversi yang terkandung dalam kehidupannya.
Tentang Novel “Kartosoewirjo: Pahlawan atau Teroris?”
Pahlawan, teroris, atau manusia mana pun memiliki alasannya
masing-masing. Kepribadian-kepribadian determinan yang
terbungkus dalam pengkondisian, keadaan, dan idealisme yang
diagungkan melebihi segalanya telah membawa mereka yang
mencatatkan sejarah pada peradaban melakukan tindakan-tindakan
di luar nalar kewajaran manusia.
Belajar pada Tjokroaminoto, guru besar yang menelurkan banyak
politikus besar yang berjasa bagi negara Indonesia,
Kartosoewirjo bersikeras mengembangkan apa yang merupakan
keyakinannya. Berambisi dan penuh keyakinan diri, Kartosoewirjo
muda telah bersanding dengan para pecatur politik perjuangan
Indonesia. Keinginannya gigih dan ia menginginkan perjuangan
frontal melawan kaum penjajah. Ia demikian persisten sampai
akhirnya menemui titik yang tidak ingin diterimanya: kompromi,
dan ia mengambil sebuah jalan... yang berujung pada teriakan dan
jeritan pedih massa.
Apakah perjuangannya yang akhirnya menelan terlalu banyak
korban adalah harga yang harus dibayar, ataukah ia telah melawan
kodrat kemanusiaan dan berlindung di balik agama?
Sebuah perjuangan yang menimbulkan tanda tanya besar dan
hanya dapat dijawab oleh mereka yang telah membaca novel ini dan
merenungkannya.... Kartosoewirjo: pahlawan atau teroris?
|