Festival budaya Gus Dur diadakan untuk
pertama kalinya dalam rangka memperingati satu tahun wafat
Gus Dur. Festival ini diprakarsai dan diinisiasi Damien
Dematra sebagai koordinator Gerakan Peduli Pluralisme (GPP)
dan dapat terwujud berkat kerjasama GPP, Taman Ismail
Marzuki, Gerakan Nasional Menulis, Yayasan Lupus Indonesia,
dan Mal Bellagio.
Tujuan diadakannya festival ini adalah untuk melanjutkan dan
mengobarkan semangat nilai-nilai pluralisme dan toleransi
Gus Dur yang selama ini telah dikenal di seluruh dunia.
Diharapkan generasi masa yang akan datang dapat terus
terinspirasi dengan pluralisme dan toleransi Gus Dur. Pada
tahun ini, tema yang diangkat adalah Mengembangkan
Pluralisme Lewat Budaya. Acara ini akan diadakan pada
tanggal 29-30 Desember 2010 dari pukul 9.30-18.00 (29
Desember) dan pukul 10.00-21.00 (30 Desember) di Cipta II
Taman Ismail Marzuki. Festival budaya ini dibuka oleh KH.
Dr. Nuril Arifin (Gus Nuril).
Dalam festival ini diadakan casting 6 film layar lebar yang
terkait tema-tema pluralisme yaitu film Dream Obama, yang
akan menjadi film pemecah rekor dunia versi Guinness World
Records dan Royal World Records untuk produksi film tercepat
dari pra-produksi sampai premiere dalam waktu 10 hari; film
Yogyakarta yang diangkat dari novel Yogyakarta terbitan
Gramedia Pustaka Utama yang menekankan pada nilai-nilai
pluralisme dan toleransi yang kuat di Yogyakarta; film
Mahaguru, film yang diangkat dari Triologi Mahaguru tentang
kehidupan Mbah Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama; film
Si Anak Kampoeng yang diangkat dari novel Si Anak Kampoeng
berdasarkan kisah hidup Syafii Maarif, seorang guru bangsa
dan tokoh pluralisme; film Kopiah Gus Dur, sebuah film
komedi tentang nilai-nilai pluralisme; dan tentu saja film
Gus Dur the movie. Casting ini diikuti lebih dari 500 orang.
Seminar “Keberagaman Pasca Gus Dur” bersama Romo Magnis, Gus
Nuril, dan Ibu Lily Wahid. Pada penghujung acara di hari
pertama, GPP menyerahkan award ‘Bapak Pluralisme’ untuk Gus
Dur yang diterima oleh wakil keluarga. Sebagai penutup
rangkaian acara hari pertama diputar film dokumenter Gus Dur:
Final Year karya Damien Dematra yang berisi tayangan sangat
eksklusif yang belum pernah dirilis tentang tahun terakhir
Gus Dur yang membuat mereka yang hadir meneteskan air mata
haru.
Pameran lukisan dengan tema Gus Dur, Islam, dan Pluralisme
Damien Dematra menyelesaikan rangkaian lukisan ini dalam
waktu kurang dari 2 (dua) minggu, di sela-sela kesibukannya
dan mempergunakan teknik lukis tambal-timbul dengan style
green on green dan minimalis, di mana semuanya berbasiskan
pada warna hijau, di mana warna hijau diartikan sebagai
warna kesuburan, di mana diharapkan pluralisme yang
dikembangkan oleh Gus Dur dapat semakin subur di hati
masyarkat Indonesia. Pameran ini sendiri berlangsung dari
tanggal 29-30 Desember 2010, dan dipamerkan 20 lukisan
dengan berbagai macam ukuran. Ini adalah pameran tunggal
ke-4 Damien Dematra di tahun 2010. Di akhir festival, 19
lukisan ini telah berpindah-tangan ke berbagai kolektor dan
tokoh nasional.
Pelatihan Menulis: Menulis Itu Gampang oleh Damien Dematra
Festival Budaya Gus Dur diawali dengan pelatihan menulis
dengan tema “Menulis Itu Gampang” oleh Damien Dematra. Dalam
pelatihan yang dihadiri ratusan peserta ini yang
terselenggara berkat kerja sama Gerakan Peduli Pluralisme (GPP),
Gerakan Nasional Menulis dan Yayasan Lupus Indonesia, Damien
Dematra membagikan tips-tips dan rahasia untuk bisa menulis,
di mana semua orang dapat menjadi penulis dan tidak perlu
memiliki bakat khusus untuk menulis. Dalam acara ini juga
dilaunch buku Menulis Itu Gampang karya Damien Demayra yang
diharapkan dapat menjadi pegangan bagi generasi muda yang
ingin menyuarakan idealisme mereka, terutama yang berkaitan
dengan pluralisme lewat karya-karya sastra.
Dari pelatihan ini, karya-karya terbaik yang dihasilkan
peserta akan dibukukan dan diterbitkan oleh Gerakan Nasional
Menulis.
Di samping itu, dari pelatihan ini juga diharapkan akan
lahir penulis-penulis dari Yayasan Lupus Indonesia, untuk
‘meng-create awareness’, di mana direncanakan pada hari
World Lupus Day pada bulan Mei 2011 nanti akan dibuat sebuah
rekor dunia baru, sebuah buku dengan penulis terbanyak, di
mana Damien Dematra akan melatih teman-teman dari Yayasan
Lupus Indonesia dan para odapus (orang hidup dengan lupus)
untuk menjadi penulis karena menulis sebenarnya adalah
bagian dari terapi, di mana menulis dapat menyembuhkan
penyakit. Diharapkan hal ini dapat membantu teman-teman
secara psikologis untuk berjuang melawan lupus dan membangun
kesadaran tentang lupus dan pluralisme.
Seminar Keberagaman Pasca Gus Dur
Seminar Nasional Keberagaman Pasca Gus Dur dilaksanakan
dalam rangka Festival Budaya Gus Dur untuk mengenang 1 tahun
wafatnya sang guru bangsa. Dalam seminar ini dibahas situasi
dan kondisi keberagaman di Indonesia sebelum dan sesudah
wafatnya Gus Dur serta langkah-langkah apa yang harus
diambil ke depannya, dengan panelis Prof. Magnis Suseno SJ,
KH. Dr. Nuril Arifin (Gus Nuril), Ibu Lily Wahid (adik Gus
Dur), Damien Dematra sebagai koordinator GPP, dengan
moderator Anne Gracia.
Dari seminar ini diharapkan dapat lahir sebuah awal untuk
suatu konsep yang kuat untuk terciptanya suatu masyarakat
yang menghargai perbedaan di mana bisa hidup berdampingan
dengan saling mengormati dalam perbedaan, karena pada
dasarnya, sikap menghargai perbedaan itu merupakan sikap
dasar nenek moyang kita dan hal ini merupakan budaya
Indonesia; diharapkan budaya asing tidak menginfiltrasi
budaya Indonesia yang pada dasarnya sudah sangat menghargai
perbedaan yang semuanya itu tercantum dalam Bhinneka Tunggal
Ika.
Dalam acara ini juga diluncurkan buku “Kopiah Gus Dur” karya
Damien Dematra yang menceritakan tentang kisah seorang yang
terinspirasi oleh Gus Dur lewat kopiah yang diberikan oleh
Gus Dur. Hal ini berdasarkan kisah nyata dan sang tokoh
utama kemudian menjadi seorang yang sangat pluralis dan
membela kaum minoritas atas pengaruh “aura pluralisme Gus
Dur”.
Hari ke-2: Peluncuran Buku “Natal Tanpa Sekolah”
Natal tanpa sekolah adalah sebuah karya kolaborasi antara
Damien Dematra dan Sekolah Kristen Ketapang II (SKK II).
Buku ini lahir dari sebuah ketertekanan karena segala cara
telah ditempuh untuk dapat menyuarakan kepentingan SKK II
yang tanahnya dieksekusi oleh pengadilan, padahal
fakta-fakta hukumnya adalah tanah tersebut salah alamat.
Dalam memperjuangkan keadilan, SKK II meminta bantuan Damien
Dematra, yang adalah juga koordinator Gerakan Nasional
Menulis, untuk mengajar murid-murid/komunitas SKK II tentang
bagaimana cara menulis sebagai bagian perjuangan yang bukan
menggunakan kekerasan atau cara-cara tidak sehat, tetapi
dengan jalan damai, yaitu melalui sastra.
Buku ini diluncurkan di Festival Budaya Gus Dur, Taman
Ismail Marzuki, yang bernapaskan perjuangan Gus Dur, sang
pahlawan bangsa, yang selalu berbela rasa dengan mereka yang
tertindas. Diharapkan karya ini dapat menginspirasi
masyarakat agar kasus-kasus seperti ini tidak terjadi,
apalagi hal ini berkaitan erat dengan pendidikan dan nasib
para pelajar, generasi muda penerus bangsa.
Diharapkan suara SKK II dapat didengar lewat karya buku ini,
yang disajikan dalam kombinasi antara novel dan karya tulis
para guru dan murid yang diperlombakan. Dari perlombaan ini
lahir beberapa juara lomba, masing-masing mulai dari juara I
sampai dengan juara IV, yaitu Indit Yudyaswara, Ismupeni,
Albertus Sukindro, dan Ivan.
Sejuta Hati untuk Gus Dur (Memorial dan Penyerahan 2 rekor
dunia oleh Jaya Suprana)
Pada hari kedua diputar film dokumenter Anak Bangsa karya
Fajar Riza Ul Haq dan Endang Tirtana, dan film dokumenter
Gus Dur: the Final Year karya Damien Dematra yang berisi
gambar-gambar eksklusif tahun terakhir Gus Dur. Acara
festival ditutup dengan acara “Sejuta Hati untuk Gus Dur”
dengan testimoni bersama sahabat dan keluarga Gus Dur, di
antaranya Mayjend (Purn) Eddy Nalapraya (eks ketua IPSI),
Prof . Ayzumardi Azra (cendekiawan muslim), KH. Dr. Masdar
Farid Mas’udi (pimpinan PBNU), Jaya Suprana, Pdt. DR. Karel
Erari (Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia), Pdt.
Nugroho Tjahyadi (Ketua Asosiasi Pendeta Indonesia), Ibu
Lily Wahid (adik Gus Dur), Ayu Azhari (artis), Rohim Ghazali
(cendekiawan muda Muhammadiyah), Bra Muda (aktivis), Alex
Paat (aktivis), DR. Frans Tshai (tokoh masyarakat Tionghoa),
Maria Advianti (keponakan Gus Dur), Tarida Alisastroamidjoyo
(pengagum Gus Dur), Bpk. Jimmy Immie (Ketua DPRD Papua).
Pada penutupan festival ini juga dilakukan penyerahan 2
rekor dunia oleh Jaya Suprana dari Museum Rekor Dunia dan
oleh Ibu Tien Sumitro yang mewakili Royal World Records yang
memberikan penghargaan pada novel Sejuta Hati untuk Gus Dur
karya Damien Dematra sebagai penulis novel tercepat di
dunia, 3 hari 3 malam, untuk karya Gus Dur ini, dan novel
yang diterbitkan paling cepat di dunia 4 hari, diberikan
kepada Damien Dematra dan Gramedia Pustakan Utama.
Diharapkan lewat festival ini, nilai-nilai keberagaman,
pluralitas, dan toleransi dapat terus bertumbuh di Indonesia
sebagaimana yang telah diperjuangkan Gus Dur selama ini.
Sampai bertemu kembali di Festival Budaya Gus Dur ke-2 tahun
2011.
Foto-foto tentang acara peluncuran dan bedah buku dapat
diambil di: www.damiendematra.com
Lebih lanjut tentang GPP dapat dilihat di
www.gerakanpedulipluralisme.com. Damien Dematra juga Ketua
Gerakan Nasional Menulis, dan web-nya dapat dilihat di:
www.gerakannasionalmenulis.com
|